Rabu, 28 Agustus 2013

Mesir Menangis



Diantara Moersi dan As Sisi

Telah patah tiang- tiang demokrasi

Diterjang oleh bergumpal dengki dan ambisi

Yang sangat sukar untuk didefinisi





Diantara Jakarta dan Kairo

Sejarah mencatat nama al Bana dan Bung Karno

Sebab kemerdekaan tak cukup hanya de facto

Lembah sungai Nil tampil jadi komando

Sewaktu pengakuan negeri berdaulat masih zero

Bahkan banyak yang W O

Padahal sang penjajah sudah K O



Diantara Moersi dan As Sisi

Seluruh penjuru Mesir jadi ajang demonstrasi

Menuntut keadilan , kobarkan semangat revolusi

Kepada para tirani yang bernama Otoritas Transisi



Diantara Sungai Nil – Al Azhar dan Monas Jakarta

Terlintas sebuah kisah fiksi ayat- ayat cinta

Antara Fachri – Maria, Nurul, dan Aisha suatu ketika

Menyibak padang gurun pasir Mesir yang berdesir terbata- bata

Menggenggam alunan syahdu keindahan ayat- ayat semesta



Kini lembah sungai Nil itu tak mampu lagi bercerita

Ketika, . . . Hanya, . . .

Untuk membungkam kata- kata

Kalian bidik senjata

Kalian kokang senjata

Kalian muntahkan peluru aneka rupa senjata

Kearah lautan manusia berjuta

Membunuh para renta

Anak- anak dan wanita

Membabi buta

Membabi buta . . .!



Astaghfirullah hal azim

Astaghfirullah hal azim

Astaghfirullah hal azim



Diantara Washington, Yerussalem dan Riyadh

Kalian tahu, sungguh sangat tahu apa yang terjadi di Rabi’ah Adawiyah

Kalian mau, sungguh sangat mau, suara- suara itu membisu dan menyerah kalah

Kalian bantai dahi yang sedang sujud, khusu’ mengingat Allah

Kalian hina wajah- wajah bermaya setengah tengadah

Kalian siksa jiwa- jiwa tenang yang pasrah

Kalian bombardir mereka dari segala arah

Meremukkan tulang- tulang, tangan dan kaki patah

Merobek perut, usus terburai, dada berlubang, kepala pecah

Ribuan nyawa melayang seketika rebah

Bumi hijau itu kini memerah

Mimbar pembebasan itu bersimbah darah

Udara pengap bau anyir darah

Kalian adalah manusia pengkhianat sejarah

Masya Allah, . . .



Astaghfirullah . . .

Rabbal baraaya

Astaghfirullah . . .

Minal khathaaya



Seakan Fir’aun kembali menjelma

Tiada ampun menyiksa dan memangsa

Atas manusia sama sebangsa

Tuntunan sama, Nabi nya sama

Ber- Tuhan sama seiman seagama



Astaghfirullah . . .

Rabbal baraaya

Astaghfirullah , . .

Minal khathaaya



Bukankah smua bernyanyi tentang demokrasi

Apa yang terjadi. . . Pembantaian keji

Kemanakah sembunyi, cinta dan nurani

Allahu rabbi bimbinglah kami

Seluruh negeri selamatkan dan berkahi . . .



Astaghfirullah, . . .

Astaghfirullah, . . .





Tanjung Pinang, 24 Agustus 2013/17 Syawal 1434 H

Drs. M A S T U R T A H E R

Penulis puisi adalah mantan Wakil Bupati Bintan- Kepri (th 2005- 10),

Kini mengajar di salah satu Perguruan Tinggi di Tg. Pinang


Sumber: http://www.islamedia.web.id/2013/08/mesir-menangis.html
Share: