Diantara Moersi dan As Sisi
Telah patah tiang- tiang demokrasi
Diterjang oleh bergumpal dengki dan ambisi
Yang sangat sukar untuk didefinisi
Diantara Jakarta dan Kairo
Sejarah mencatat nama al Bana dan Bung Karno
Sebab kemerdekaan tak cukup hanya de facto
Lembah sungai Nil tampil jadi komando
Sewaktu pengakuan negeri berdaulat masih zero
Bahkan banyak yang W O
Padahal sang penjajah sudah K O
Diantara Moersi dan As Sisi
Seluruh penjuru Mesir jadi ajang demonstrasi
Menuntut keadilan , kobarkan semangat revolusi
Kepada para tirani yang bernama Otoritas Transisi
Diantara Sungai Nil – Al Azhar dan Monas Jakarta
Terlintas sebuah kisah fiksi ayat- ayat cinta
Antara Fachri – Maria, Nurul, dan Aisha suatu ketika
Menyibak padang gurun pasir Mesir yang berdesir terbata- bata
Menggenggam alunan syahdu keindahan ayat- ayat semesta
Kini lembah sungai Nil itu tak mampu lagi bercerita
Ketika, . . . Hanya, . . .
Untuk membungkam kata- kata
Kalian bidik senjata
Kalian kokang senjata
Kalian muntahkan peluru aneka rupa senjata
Kearah lautan manusia berjuta
Membunuh para renta
Anak- anak dan wanita
Membabi buta
Membabi buta . . .!
Astaghfirullah hal azim
Astaghfirullah hal azim
Astaghfirullah hal azim
Diantara Washington, Yerussalem dan Riyadh
Kalian tahu, sungguh sangat tahu apa yang terjadi di Rabi’ah Adawiyah
Kalian mau, sungguh sangat mau, suara- suara itu membisu dan menyerah kalah
Kalian bantai dahi yang sedang sujud, khusu’ mengingat Allah
Kalian hina wajah- wajah bermaya setengah tengadah
Kalian siksa jiwa- jiwa tenang yang pasrah
Kalian bombardir mereka dari segala arah
Meremukkan tulang- tulang, tangan dan kaki patah
Merobek perut, usus terburai, dada berlubang, kepala pecah
Ribuan nyawa melayang seketika rebah
Bumi hijau itu kini memerah
Mimbar pembebasan itu bersimbah darah
Udara pengap bau anyir darah
Kalian adalah manusia pengkhianat sejarah
Masya Allah, . . .
Astaghfirullah . . .
Rabbal baraaya
Astaghfirullah . . .
Minal khathaaya
Seakan Fir’aun kembali menjelma
Tiada ampun menyiksa dan memangsa
Atas manusia sama sebangsa
Tuntunan sama, Nabi nya sama
Ber- Tuhan sama seiman seagama
Astaghfirullah . . .
Rabbal baraaya
Astaghfirullah , . .
Minal khathaaya
Bukankah smua bernyanyi tentang demokrasi
Apa yang terjadi. . . Pembantaian keji
Kemanakah sembunyi, cinta dan nurani
Allahu rabbi bimbinglah kami
Seluruh negeri selamatkan dan berkahi . . .
Astaghfirullah, . . .
Astaghfirullah, . . .
Tanjung Pinang, 24 Agustus 2013/17 Syawal 1434 H
Drs. M A S T U R T A H E R
Penulis puisi adalah mantan Wakil Bupati Bintan- Kepri (th 2005- 10),
Kini mengajar di salah satu Perguruan Tinggi di Tg. Pinang
Sumber: http://www.islamedia.web.id/2013/08/mesir-menangis.html