Setelah bertahun-tahun berdoa, berharap dan berusaha akhirnya keinginannya dikabulkan oleh Allah SWT. Anda tentu bisa membayangkan bagaimana kebahagiaan lelaki itu.
Seorang laki-laki yang ingin sekali punya anak. Saat rasa cinta kepada sang anak begitu bergelora, Allah SWT memerintahkannya untuk menyembelih sang buah hati yang sangat ia cintai. Saya tidak bias membayangkan perasaan yang berkecamuk dalam hati laki-laki bernama Ibrahim AS itu.
Begitu
cintanya lelaki ini kepada Allah SWT, ia relakan sesuatu yang sangat
dicintainya untuk dikorbankan. Oh, aku tertegun. Hal terbaik apa yang sudah
saya korbankan? Mengapa terkadang aku masih menomorduakan perintah-perintah
Allah SWT? Terlalu sibuk dengan kesenangan dunia yang hanya sementara. Terlalu
terburu-buru dan tak sabar dengan janji dari Yang Maha Tahu. Pantaskah saya
mengaku bahwa saya sangat mencintai Allah SWT?
Padahal
saat taat kepada Allah SWT, maka kita akan mendapat berbagai jalan dari arah
yang tidak terduga. Sebagaimana Ibrahim AS, ia rela korbankan yang terbaik
tetapi dia tak kehilangan yang terbaik bahkan mendapat ganti sesuatu yang
diluar nalar manusia, seekor domba terbaik. Janji Allah SWT pasti bahwa
siapa yang taat kepada-Nya akan mendapat berbagai kemudahan dari berbagai
penjuru. Tetapi mengapa terkadang kita masih ragu?
Dalam
bisnis kita diingatkan untuk bertransaksi secara halal, tetapi mengapa kita
masih juga berani menggunakan cara-cara yang haram? Hasilnya? Keuntungan bisnis
habis untuk sesuatu yang tidak jelas. Bagi yang bekerja, gajinya terserap habis
untuk angsuran yang semakin membesar. Hidup kita akhirnya diperbudak dunia.
Kita dibuat sibuk tetapi tidak ada hasil signifikan yang bisa kita nikmati.
Hal-hal
yang kita berikan kepada Allah SWT bukanlah yang terbaik. Waktu yang diberikan
kepada-Nya adalah waktu-waktu sisa setelah kita lelah untuk urusan dunia. Di
saat sepertiga malam Allah SWT merindukan kehadiran kita, tetapi justru kita
tertidur pulas atau di depan TV menonton sepak bola. Sedekah atau sumbangan
yang kita persembahkan hanyalah recehan, sisa-sisa dari belanja kita bukan
sedekah yang disiapkan sejak semula.
Ketika
Allah SWT meminta kepada kita melalui nabi-Nya, ‘sampaikanlah walau hanya satu
ayat’, kita hanya berdiam diri tanpa aksi bahkan terkadang sibuk menghujat
orang-orang yang sibuk berbuat kebaikan. Ketika kita diminta berpegang teguh
kepada kitab suci yang Dia turunkan, ternyata kitab suci itu justru kita kunci
di dalam almari.
Kita,
atau setidaknya saya, belum memberikan yang terbaik untuk Allah SWT. Pantaslah
bila berbagai jalan kemudahan dan solusi kehidupan tidak begitu mudah hadir
dalam kehidupan kita. Mengapa kita belum memperoleh yang terbaik? Karena kita
juga belum memberikan yang terbaik kepada Sang Maha Kuasa.
Terima
kasih wahai Ibrahim AS. Aku rindu menjadi sepertimu, menjadi kekasih Allah SWT.
Salam
SuksesMulia!
Jamil
Azzaini