Senin, 08 Desember 2014

Sebuah Perenungan , Jangan Tinggalkan Muhasabah


Ini tentang ahlul ghurur, yakni manusia-manusia yang tertipu laju waktu dalam perjalanan menuju Sang Empunya Segala semesta. Tentang kegagalan memaknai hidup yang hanya sebentar. Tentang dangkalnya keyakinan yang tak cukup berakar. Tentang rapuhnya pendirian yang tak berdasar. Juga tentang lemahnya motivasi yang mudah pudar.



Keinginan untuk berbuat benar, serta upaya agar hari-hari yang dilalui menjadi semakin baik, kalah melawan musuh-musuh. Yakni para perampok umur, hawa nafsu, setan dan kesenangan dunia. Hingga tubuh yang bertambah uzur tak juga menambah amalan luhur. Ia gugur bersama kemestian berakhirnya nafas yang tak lagi teratur. Kaku, membujur di liang kubur.

Ahlul ghurur adalah mereka yang terjerumus dalam perangkap mematikan. Mereka lalai untuk melakukan muhasabah dalam hidup. Mereka acuh karena merasa tidak butuh. Padahal muhasabah adalah salah satu penjamin kebaikan bagi manusia, insya Allah. Hingga ahlul ghurur abai akan pengumpulan bekal untuk menghadap Sang Khaliq di alam kekal nanti, meski hari terus berganti dan berlari.

Menutup mata dari akibat sebuah perbuatan adalah salah satu ciri mereka. Mereka lupa atau tidak tahu bahwa setiap apa yang dilakukan, baik ataupun buruk, sedikit maupun banyak, serta tersembunyi maupun tampak, akan kembali pada dirinya sendiri dalam wujud balasan yang setimpal. Allah Mahaadil dan tidak ada satu perbuatan pun yang tidak berbalaskan. Dan kebaikan tidak akan pernah sama dengan keburukan, sekecil apapun.

Ciri yang lain adalah larut dalam keadaan. Tidak berdaya mempertahankan prinsip kebenaran karena mempertahankannya mengandung risiko. Sekedar menjadi penggembira, tertawa bersama 'yang lain' meski harus acuhkan batin yang merintih. Mereka ingin hidup 'aman' dan 'nyaman'. Tak inginkan celaan, makian, umpatan, dan penolakan karena kesemuanya sangat menyakitkan.

Dan itu bermakna --bagi mereka-- "meminimalisasi gangguan dari lingkukngan sekitar". Sehingga mereka larut dalam keadaan dan menjadi serupa dengan 'yang lain'. Ia adalah sebuah kawasan nyaman, comfort zone!

Terlalu mengandalkan ampunan Allah adalah tanda berikutnya. Meski tak ada yang salah dengan keyakinan bahwa Allah Maha Pengampun, bahkan untuk kesalahan hamba-hamba-Nya yang sebanyak buih di lautan, tetapi mengandalkannya secara berlebihan menjadi kontraproduktif. Semestinya kita seimbangkan dengan fakta selainnya, bahwa Allah Mahaadil dan Mahacepat hisab-Nya.

Dengan semua tanda ini, ahlul ghurur mudah jatuh dalam lembah dosa, sebab yang hak dan batil tampak serupa. Kemudian menikmati hidup dalam gelimang kesia-siaan berkepanjangan, hingga sulit berpisah dengan kesia-siaan tersebut ketika kebenaran terkadang datang menyapa, karena kesia-siaan tersebut sudah menjadi kebiasaan. Tapi, benarkah kehidupan seperti ini yang kita inginkan? Tidak. Sungguh, saya yakin tidak. Wa iyyadzubillaah..

Sumber: Majalah Islam ar Risalah No. 111/Vol.IX/03 Ramadhan - Syawal 1431 H/September 2010

Dengan sedikit perubahan untuk meringankan bahasa agar lebih mudah dan cepat dipahami, insyaAllah.

Tidak disebutkan nama penulisnya, kita do'akan semoga penulis mendapat kebaikan & rahmat Allah.

Semoga bermanfaat :)

#CMIIW
Share: