Rabu, 17 Desember 2014

Kepingan Luka Masa Lalu

Lampu tidur yang sudah ku matikan menandakan aku siap untuk tidur. Sunyi. Tak ada bunyi kecuali putaran kipas angin dan kasur yang berdecit karena gerakan-gerakan kecil yang kulakukan. Sesekali kulihat ke arh meja kecil di samping tempat tidurku yang disana kuletakkan telepon selulerku; memastikan bahwa tidak ada pesan yang kutinggalkan begitu saja di sana.

Aku berbalik ke arah kanan, mencoba membentuk habit yang diajarkan Rasulullah SAW, "Berbaringlah di atas rusuk sebelah kananmu." HR. Al-Bukhari dan Muslim. Dan memang, tidur menghadap kanan itu sangat dianjurkan karena memberikan manfaat luarbiasa bagi jantung, paru-paru, ginjal, dan organ penting lainnya (selengkapnya baca di http://diyahlaahzan.blogspot.com/2013/01/normal-0-false-false-false-en-us-x-none_9.html ). Namun tentu saja, alasan utama untuk mempraktikkannya adalah hadits RasulullahSaw yang telah disebutkan tadi. Karena seharusnya semua kita yang mengaku penganut agama Islam menjadikan Rasulullah Saw sebagai teladan utama, “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (Al Ahzab : 21).

Kemudian, ketika aku mulai memejamkan mata, seketika itu pula kulihat bayangmu tertawa dalam pejaman mataku. Aku tersentak bangun dengan mata yang terbelalak. Sudah lama rasanya aku tak melihat wajah itu. Wajah yang melukiskan senyum yang menjadi mimik yang kusenangi dulu. Dulu..
Kemudian malam ini, ia tiba-tiba hadir bahkan sebelum aku bermimpi. Aku tak ingin ini; kau dan semua kebobrokan masa lalu yang tak kuinginkan untuk kembali, meski hanya dalam ingatan apalagi mimpi. Pergi!

***

Pedih, saat kuingat bahwa aku pernah begitu menyukai tawa itu. Dan merindukannya ketika sebentar saja ia tak terlihat olehku. Pedih. Tentu saja, karena di balik tawa sederhana itu terhimpun ratusa, ribuan, bahkan uncountable luka yang abadi dalam memori. Bagaimana mungkin aku menyukai sesuatu yang semestinya aku benci? Kenapa bisa aku merindukan sesuatu yang seharusnya tak ku rindukan? Karena kala itu, senyum itu tak halal bagiku.....sampai saat ini.

Dulu, mereka bilang ini cinta. Kemudian hari ini, kusadari bahwa yang mereka katakan adalah dusta. Tak ada cinta disana. Karena cinta tidak melukai. Karena cinta tidak menjerumuskan. Karena jika memang cinta, ia akan semakin mendekatkan kita kepada Empunya Cinta. Pemilik Segala Cinta. Yang Maha Cinta. Allah 'Azza wa Jalla.

Dan hari ini, segala yang ada pada tawa itu didominasi oleh luka. Perih...
Maka pergilah wahai tawa................

***


Lagi, kucoba memejamkan mata ini. Dan lagi, tawa itu muncul!
Kenapa?
Bandel sekali.
Kenapa tak mau pergi?!
Sekuat apa setan dalam diriku?
Selemah apa imanku, sehingga untuk sekedar menyingkirkan bayang semu saja terasa begitu sulit buatku?

Lalu aku memilih untuk tetap tejaga. Mencoba menghilangkan bayang itu dengan mengingat Tuhanku, Tuhan kita semua Allah Jalla wa 'Ala.

***

Aku ingin tidur. Tapi setiap kali kuciba untuk memejamkan mata, bayangan itu kembali, tertawa, terlihat bahagia, tapi aku tak suka. Sebab ada luka mendalam pada diriku karena kebersamaan dengan tawa itu di masa lalu.

Aku mulai berdo'a kepada Allah
sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Hadits, Abu Dawud.
Tapi kenapa tak sertamerta terkabul? Ada apa? Aku sungguh yakin Allah Maha Mendengar, tapi kenapa bayang itu tak kunjung hilang meski telah kubaca do'a itu beberapa kali? Lalu aku mulai menangis, berteriak dalam hati. Mencoba melawan sesuatu yang sungguh-sungguh menggangguku.

Do'a! Do'a!
Allah! Allah!

Aku yakin bahwa satu-satunya yang aku perlukan saat ini adalah Dia.... Dia yang takkan pernah meninggalkanku dalam kondisi apapun. Yang Selalu Ada. The Only One....

"Yaa Allah sungguh aku itakut akan prasangka burukku kepada-Mu. Lindungi aku dari hal yang engkau haramkan ini, yaa Allah.. Maafkan jika ada dosaku yang menjadi sebab terhijabnya do'aku kepada-Mu. Yaa Allah, innaka 'afuwwun kariim, tuhibbul'afwa fa'fu 'anni....."

Terus, terus ku mohon ampunan kepada-Nya sebab pasti ada dosaku kepada-Nya. Terus, terus aku panjatkan do'a demi do'a kepada-Nya, karena yakinku Dia Maha Mendengar.
Dengan sungguh-sungguh......
Dengan penghayatan.....
Terus, tanpa putus.....
Hingga aku disibukkan oleh urusanku dengan Tuhanku...
Hingga tak ada celah bagi sang tawa untuk menyelinap ke alam pikirku......
Hingga aku tertidur, diiringi barisan do'a yang terucap oleh bibirku, lirih...

"Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenang." (Ar Ra'd : 28)


Genre: Fiction, Hope.


Share: