Halo.
Salam dingin untuk cerita kita yang membeku.
Beberapa waktu telah berlalu, setelah 'surat' terakhir yang kutuliskan untukmu waktu itu. Kali ini aku menulis lagi, meski sedikit berbeda dari yang kemarin-kemarin.
Bukan tentang bayangmu yang masih mengisi alam pikirku.
Bukan tentang rasaku yang masih saja memilihmu.
Bukan tentang kedatanganmu--yang tak lebih dari sekedar transit, untuk kemudian pergi lagi.
Aku tahu, sangat banyak kemungkinan yang akan terjadi dari kisah ini.
Aku tahu, perasaan yang pernah ada bisa menguap kapan saja, beralih dari satu jiwa kepada yang jiwa yang lain.
Karenanya aku--mau tidak mau--bersiap untuk segala kemungkinan yang ada.
Bahwa mungkin saja pohon yang kau tanam bukan untuk berbunga.
Mungkin saja buah yang tumbuh tidaklah manis rasanya.
Mungkin, memang selayaknya cerita ini berakhir tanpa kata kita.
Tapi, berkaitan dengan segala kepahitan yang tepahat di atas sana, sabar untukku atas ketetapanNya dan syukur dariku hanya bagiNya.
Kau tentu tahu, segala yang terjadi tak luput dari kehendakNya, tak terkecuali cerita kita.
Kau tahu? Pelajaran besar telah kau beri, meski tak banyak kata yang pernah kuterima darimu--bahkan jika benar adanya bahwa kepahitan itu akan terjadi.
Sikap menjelaskan banyak hal--atau membuatku mengartikannya ke banyak pengertian. Kau banyak diam, tapi itu tak mencegahku untuk meraup banyak darimu.
Maka harus dibenarkan dan terlarang untuk diingkari, bahwa sabar dan syukur adalah tindakan tepat untuk semua yang terjadi.
Karena kita mengetahui bersama, bahwa kita kerap terperangkap dalam dua ruang uji yang mencekam. Kesedihan dan kesenangan. Sementara kunci untuk keduanya adalah sabar dan syukur.
______
Kemarin seorang sahabat menanyakan tentangmu dan membuat namamu yang telah lama tak kuingat, mencuat timbul ke permukaan. Menggerakkan jemari untuk menulis lagi, tentang ini.
Kukatakan, aku dan kamu adalah cerita masa lalu. Aku masih di sini dan kamu telah jauh. Di antara kita tak ada keterkaitan, meski pernah ada ketertarikan. Dan kemarin, ketika namamu kembali hadir dalam ingatan, aku katakan kepadanya bahwa aku telah memutuskan untuk membiarkan perasaan itu mengalir, berserah pasrah kepada Yang Mahaindah atas 'kita' yang pernah menggariskan kisah.
Karena mungkin saja yang selama ini tampak rumit, biangnya adalah penarikan kesimpulan yang bermasalah atau penerjemahan sikap yang keliru.
______
Akhir kata,
Maafkanlah aku.
______
© Hanum Nasution