Menjelang final test. Aku teringat satu percakapan
super singkat dengan salah satu dosenku. Pengampu mata kuliah Akuntansi
Keuangan Menengah I (Akmen 1). Percakapan itu terjadi sesaat setelah aku
menyelesaikan, atau lebih tepatnya menyerah dengan susunan kata yang membentuk
kalimat berupa soal-soal yang tak sempat kupelajari.
Aku
baru belajar kurang dari satu jam sebelum waktu middle test mata kuliah Akmen 1 dimulai. Beberapa bab aku rangkum
dalam beberapa menit. Gila. Namanya akuntansi tentu bukan sekedar membahas
teori. Ada hitungan-hitungan untuk pembukuan yang juga harus dipelajari. Aku
agak pesimis aku bisa menyelesaikannya dengan baik. Tetapi tentu aku masih
sangat bisa berharap. Semoga soal-soal yang keluar nanti sudah kubaca semua.
Dan ekspektasiku bentuk soal ini pilihan ganda. Sebab di mata kuliah yang juga
diampu oleh salahsatu dosen favoritku ini beberapa hari sebelum middle test Akmen 1, yakni Bank dan
Lembaga Keuangan Non-Bank, bentuk soalnya pilihan ganda.
Haha.
Nihil. Bahkan tidak satupun dari materi yang sempat kubaca ada di soal-soal
itu. Salahku memang. Dan kabar yang tak kalah heboh bagi otakku adalah bentuk
soalnya esai.
Well.
Tidak ada pilihan lain untukku. Membaca materi kembali jelas tidak akan
diizinkan. Pura-pura sakit untuk meninggalkan kelas dan meminta ujian susulan
juga tidak memungkinkan. Membuka materi atau browsing diam-diam? Oh, never. Sekalipun peluang untukku
melakukannya sangat besar dan aman, I’ll
never do that, I promise. Aku sudah bertahan untuk tidak melakukan
kecurangan dalam bentuk apapun sejak semester dua kelas satu SMA. Tidak
menyontek dan tidak membuka materi kecuali diizinkan oleh yang berwenang. Kenapa? Oh, perlukah itu ditanyakan? Hmm,
aku jadi teringat dengan jawaban simpel salahsatu following-ku di ask.fm.
Sambil menjawab soal, sesekali
aku memperhatikan sekitar. Beberapa temanku begitu tenang menulis di lembar
jawabnya masing-masing. Memang sebagian dari teman-temanku kemungkinan besar
sudah belajar setidaknya satu malam sebelum H. Bahkan kurasa ada beberapa yang
sudah mulai belajar beberapa hari sebelum hari itu tiba—baarakallah fiikum.
Meski aku juga yakin, bukan cuma aku yang baru belajar pagi itu juga. Bahkan
nampaknya ada yang tidak belajar sama sekali. Bukan pasrah. Justru sepertinya
mereka berharap lebih banyak daripada aku. Bukan atas soal-soal, tetapi lebih
kepada gadget dan kerpean yang sudah mereka siapkan, juga
kepada orang-orang yang ada di sekitar tempat duduk mereka—meskipun bisa saja
ada segelintir dari mereka yang tidak mengulang pelajaran sama sekali karena
mereka memang pintar dan memperhatikan saat meteri dijelaskan. Aku ingat
sewaktu middle test mata kuliah Bank
dan Lembaga Keuangan Lainnya beberapa hari yang lalu. Seperti biasa, aku yang
selalu memilih duduk di depan saat ujian mendapati smartphone di dalam tempat alat tulis tetanggaku—seseorang yang
duduk tepat di sebelahku sekaligus di depan meja dosen pengawas. Sebelumnya beliau ini memelas minta bertukar tempat duduk. Tentu saja aku menolak. Rupanya
dia salah satu mahasiswi yang berharap banyak pada gadget.
Terlihat jelas olehku, ketika dosen pengawas—yang tak lain juga dosen pengampu mata kuliah Akmen 1 sedang lengah, mereka setengah gelisah berusaha melancarkan aksinya. Tiba-tiba leher mereka memanjang. Mata mereka membesar. Entah berapa megapiksel tingkat fokus lensa mata mereka yang mulai melirik ke kanan dan ke kiri itu. Tangan-tangan mereka menghilang, bersembunyi di balik saku atau tempat alat tulis yang berada tepat di depan mereka. Ada yang mereka coba lihat. Uhuy. Padahal ancaman dosen yang satu ini cukup mengerikan. Jika ketahuan melakukan kecurangan ancamannya tidak akan diluluskan. Mengulang tahun depan? Ish. Aku sih males.
Sayangnya aku
hanya menyaksikan, tidak melakukan tindakan.
Fuh.
Sampai aku bosan berada di kelas. Miris melihat pemandangan yang tidak mengenakkan. Aku memercepat pergerakan penaku. Memaksa otakku rileks dan menggali kemungkinan-kemungkinan jawaban dengan lebih cepat. Aku menuliskan apa saja yang kira-kira nyambung yang terlintas di kepalaku—meskipun tetap nggak nyambung. Sampai pada beberapa soal yang sudah kubaca berkali-kali tetapi otakku buntu, tidak menemukan apapun yang bisa ditulis untuk beberapa soal itu. Aku tetap isi seadanya. Ngaco sekali. Biarlah, daripada kosong. Ini soal esai. Barangkali ada satu dua poin yang bisa kudapatkan dari jawaban ngaco itu. Itu akan sangat membantu.
Selesai. Aku sudah menyelesaikan, atau lebih tepatnya menyerah dengan susunan kata yang membentuk kalimat berupa soal-soal yang tak
Aku melangkah menuju meja pengawas yang jaraknya kurang dari satu langkah dari kursiku. Salah satu dosen favoritku itu sudah ada di sana. Aku menyerahkan lembar jawab. Beliau tersenyum. Ah, semyum itu membuatku semakin merasa bersalah karena tidak sungguh-sungguh memeperhatikan saat materi disampaikan plus tidak mengulang pelajaran.
“Sudah, Nak?”
“Iya, Pak. Sudah. . . . . .
.
.
.
.
.
.
.
Sudah tidak bisa menjawab
lagi”
Aku segera pamit dan melangkah keluar. Khawatir
beliau langsung membaca lembar jawabku.
Sebelumnya aku sempat diam sejenak di kursiku.
Menimbang-nimbang apakah ketika aku mengumpulkan, beliau akan langsung
membacanya atau tidak. Aku malu dengan jawaban-jawaban ngaco.
Aku tidak siap melihat beliau tertawa demi
melihat susunan kalimat yang kutulis. Menertawakanku. Syukurnya itu tidak
terjadi. Beliau hanya meletakkan lembar itu di meja dan kembali sibuk dengan
laptopnya. Aku sedikit lega, setidaknya aku tidak ditertawakan saat itu.
Tepat satu pekan setelahnya hasil ujian
dibagikan. Wow. Ini salah satu yang aku suka dari dosen yang satu ini.
Manajemen waktunya mengagumkan. Well, aku sungguh
tidak terkejut dengan hasil yang kudapat. 50. Bahkan aku mengira aku akan
mendapat di bawah 40. Aku malah dikejutkan oleh nilai teman-temanku yang kukira
akan jauh lebih bagus justru tidak jauh berbeda dari yang kupunya. Aku
tergelitik dan kembali teringat tentang pesan yang disampaikan salahsatu Bapak
Guru di SMA-ku dulu.
“Yang namanya ulangan
atau ujian ya untuk menguji kemampuan kita. Trainingnya ya setiap hari kita
belajar di kelas itu. Cukup buat kita untuk benar-benar memperhatikan saat
meteri dijelaskan, dan sedikit mengulang jika ada yang terlupakan. Soal-soal
ujian tidak akan terlalu sulit untuk ditaklukkan. Kalau menjelang ujian kita
justru mengulang semua pelajaran dari awal sampai akhir secara rinci, memangnya
sempat? Dan itu otak, apa muat menampung semuanya sekaligus? Itu di kelas
kemarin-kemarin ngapain aja?”
Sekian.
____________________________________
Ada pelajaran yang bisa diambil?
Semoga, ya.