Sekitar lima tahun yang lalu, pasca Milad IMM ke-53, hati saya tergerak untuk bergabung. Lebih tepatnya, waktu itu adalah masa-masa screening organisasi-organisasi mahasiswa Islam untuk diikuti. Memang saya agak selektif, karena satu dan lain hal. Hingga IMM yang akhirnya menjadi pilihan, bukan karena “isi” nya. Hanya karena ini Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. Haha. Tak usah terlalu kita rincikan, panjang nanti.
Saya yang terlahir dari keluarga warga
Muhammadiyah diajarkan dan dikenalkan tentang Muhammadiyah sejak kecil. Meski
di antara keluarga, yang terakhir masuk struktural hanya almarhumah Nenek, anggota
Aisyiyah Cabang Banjarmasin 9. Lima anak beliau, termasuk ayah saya, tidak ada
satupun yang masuk struktural Muhammadiyah maupun ortom. Tapi amaliyah
keluarga, amaliyah Muhammadiyah.
Hingga, proses belajar melahirkan
sisi yang berbeda dari kebiasaan saya. Sebagian keluarga curiga, jangan-jangan
Hanumna ikut organisasi/gerakan Islam yang beda ideologi dengan Muhammadiyah.
Saya rasa, umumnya keluarga tidak melarang, karena –alhamdulillah- mereka
sepakat tentang keluasan ilmu, berikut luasnya tempat belajarnya. Tapi tetap
juga ditanya, diwanti-wanti, dan sebagian memang ada yang anu. Wkwk.
Inilah alasan paling kuat saya
memilih IMM. Untuk menenangkan keluarga.
Bahwa anak mereka, Hanumna Sabila,
masihlah Muhammadiyah.
Bergabung dengan Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah
DAD 10 IAIN Antasari Banjarmasin,
adalah pintu masuk saya menuju IMM. Meski IMM menjadi pilihan dan saya berkenan
ikut perkaderan awalnya, bukan berarti saya pasrah dan jamin bertahan di IMM. Screening
tetap saya lakukan, tepatkah saya memilih tempat?
Dan, maa syaa Allah, DAD 10 IAIN
Antasari berhasil membuka satu tempat di hati saya untuk IMM. Demikian pula LMD
PC IMM Kota Banjarmasin yang saya ikuti beberapa waktu kemudian. Semakin meluaskan
tempat di hati saya untuk IMM.
IMM mengenalkan saya akan
Muhamadiyah, ortom—yang saya tidak pernah tahu bahwa Muhammadiyah punya
eksponen dalam berbagai bidang/bagian. Eksponen pelajar, kepanduan, pencak
silat, pemuda, pemudi, semuanya ada. Terbit rasa sesal, ke mana saya saat mencari
organisasi ketika masih menjadi pelajar?! IPM ada, tapak suci, juga HW, ada,
tepat di depan kediaman saya, tapi saya tak tahu.
Tapi, begitulah. Allah memilihkan
jalan yang lebih baik untuk saya menemukan organisasi Muhammadiyah.
Dari IMM juga saya baru lebih
mengerti tentang dasar-dasar gerakan Muhammadiyah, spirit yang mendasarinya, tujuan utamanya,, ketika
dulu yang saya tahu hanya Muhammadiyah tidak ber-qunut subuh, Muhammadiyah
menggunakan hisab dalam penetapan waktu ibadah, Muhammadiyah tidak tahlilan,
tidak yasinan, tidak muludan, tarawihnya 11 rakaat, dan lain
sebagainya. Saya benar-benar awwam di Muhammadiyah, sampai Allah takdirkan saya
untuk bergabung dengan IMM.
Kenyataaan
Seiring berjalannya waktu, saya
menemukan hal-hal yang tidak sesuai harapan dalam IMM. Tapi saya sadar, ini
bukan sebab IMM itu sendiri. Sebab itu adalah kami, kader-kadernya. Ada yang
perlu kami benahi, agar wadah ini terisi dengan yang semestinya. Dengan yang
berkesesuaian dengan tujuan luhurnya.
Akademisi Islam yang Berakhlak
Mulia.
Sungguh sederhana, namun tidak
sesederhana itu perjuangan menujunya.
Bismillah ya,
IMM Jaya.