Selasa, 08 Mei 2018

Lesson (2)

Kita tidak wajib untuk membahagiakan semua orang. Namun, wajib bagi kita untuk tidak menyakiti siapapun.

Bismillah, shalawat dan salam atas Rasulillah.

Hmm.
Agaknya nyaris satu bulan dasbor blog ini tak kujenguk. Sedih, namun demikianlah daku yang (sok) sibuk. Belakangan, kegiatan demi kegiatan menggandrungi kehidupan. Hiruk pikuk pertemuan dan penyelesaian beberapa kewajiban membuatku cukup kewalahan dan tiada dapat menyempatkan untuk barang menengok laman demi laman. Mohon maaf ya.

Malam ini, seorang teman membagikan postingnya di salah satu grup WA. Aku terkesan. Ya, selalu ada kesan khusus setiap tahu bahwa salah satu dari sekian kawanku juga seorang blogger (meskipun baru bikin akun). Terkesan dengan adanya indikasi kepedulian akan pentingnya literasi, meskipun tidak selalu yang peduli literasi punya blog, dan tidak mesti yang punya blog pasti peduli literasi. Yaa, setidaknya kubilang tadi: ada indikasi. Dan share-an post itu membuatku teringat akan blog-ku ini. Heu. Hampir setiap hari mengakses wordpress karena kewajiban tidak cukup untuk mengingatkanku akanmu, blog. Maaf ya.

Prolog yang gaje, kah? Maaf (lagi) ya.

Sejujurnya, pasca ber-excited ria dengan kenyataan bahwa salah satu temanku punya blog, aku teringat blog-ku sendiri dan hanya menengoknya sebentar. Tidak segera tergerak untuk menulis. Namun, setelah kubaca post si kawan tadi, kutemukan sesuatu yang mengganjal dan membuatku geregetan untuk nge-blame si kawan. Tapi tidak, tahan Num, tahan.

Perasaanku bilang, aku ini orang yang memang agak susah untuk menerima atau minimal berkompromi dengan sesuatu yang sudah nyata atau terpresepsi dalam diriku sebagai sesuatu yang salah. Susah. Inginnya segera ungkapkan uneg-uneg, sampaikan, dan luruskan. Dan hal ini serta merta kulakukan pada si kawan tadi.

Kesalahannya adalah, dia melakukan plagiarisme. Kesalahan yang jelas, bahkan nampak sekali ybs sengaja menghilangkan dan mengganti bagian dari badan tulisan yang aslinya tertulis nama penulis asli. Pasalnya tulisan itu sudah pernah kubaca sebelumnya. Hiks.

Namun, kawan.. sesaat setelah kukirim link tulisan asli itu melalui japri via whatsapp dengan kawanku tadi dengan tujuan blaming dia secara halus, aku teringat akan satu nasehat yang karenanya aku benar-benar merasa kelu.

Untungnya, si kawanku tadi belum membaca japrianku. Segera pesan itu kuhapus --oh, thanks a lot WA, fitur delete for everyone sangaaat membantu!-- sebelum dibacanya, dan kuganti dengan bahasa yang lebih friendly. Meskipun tetap saja, naluri untuk tidak berkompromi dengan kesalahan itu tidak padam seketika. Hanya kuganti gaya bahasanya agar lebih hangat dan bersahabat namun tetap berusaha mengingatkan meski hanya makna tersirat.

Plagiarisme buatku menjadi salah satu penyakit serius dari seseorang --terlebih lagi 'penggiat literasi'-- yang harus segera ditanggulangi. Caranya dengan membangkitkan kesadaran, kemudian melakukan pembiasaan untuk mengatakan tidak pada plagiat, sampai akhirnya menjadi kebiasaan/habit yang melekat dan kokoh, dan tentu saja semuanya dimulai dari diri sendiri.

Namun, terkait dengan kawanku tadi, meski telah jelas kesalahan yang dia lakukan dan harus segera diluruskan, semestinyalah cara untuk menyampaikan semua itu benar-benar aku perhatikan. Bukankah dia 'blogger very pemula' ? Akankah kesalahan yang berdasar pada ketidaktahuan menjadikannya layak dipersalahkan? Ea.

Tentu tidak. Inilah nasehat yang kubilang seketika aku ingat tadi, bahwa tahanlah taringmu dari orang-orang di sekelilingmu. Bersikap lembutlah, dan jangan gegabah. Lihatlah, setidaknya dia mulai menunjukkan keinginannya untuk terlibat dalam dunia tulis-menulis. Apresiasilah apa yang baik itu. Adapun hal-hal yang keliru, usahakanlah secara bertahap, dengan cara yang bijak, agar apapun yang kau lakukan nanti tidak membuatnya sakit hati.

That's it.
Mereka berproses sebagaimana kamu juga berproses.
Mereka belajar sebagaimana kamu juga belajar.
Jaga hati mereka, siapapun itu, dari keburukan dirimu.
Ustadz Aan Chandra Thalib bilang, kita tidak wajib untuk membahagiakan semua orang, tapi kita wajib untuk tidak menyakiti siapapun.

Yassarallah..

Share: